Direktur Riset Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Berly Martawardaya membeberakan potensi energi terbarukan di Indonesia.
Dia menghitung rasio potensi dan kapasitas energi terbarukan berdasarkan data dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Energi Outlook 2021.
“Saya coba hitung-hitung rasio yang tinggi itu panas bumi dengan kapasitas terpasang 2.131 megawatt (rasio 8,3 persen) dan hidro atau bendungan kapasitas terpasang 4.621 megawatt (rasio 8,3 persen),” ujar dia dalam diskusi daring bertajuk Merdeka dari Energi Fosil yang digelar pada Kamis, 18 Agustus 2022.
Sementara itu, potensi energi terbarukan yang masih kecil dimanfaatkan ialah mini-hidro dengan kapasitas terpasang 411 megawatt (rasio 2,1 persen).
Kemudian, energi surya dengan kapasitas terpasang 105 megawatt (rasio 0,05 persen), energi angin dengan kapasitas terpasang 154 megawatt (rasio 2,5 persen), dan bioenergi dengan kapasitas terpasang 42 megawatt (rasio 0,1 persen).
Menurut Berly, penggunaan energi terbarukan tersebut jika naik tiga kali lipat akan membantu meningkatkan bauran energi.
Apalagi, Indonesia menargetkan akan meningkatkan bauran energi baru terbarukan (EBT) hingga 23 persen pada 2025.
“Tapi nyatanya jauh dari kapasitas potensinya, walaupun ada masalah di lokasi.
Karena kita perlu memindahkan industri kita agar tidak terkonsentrasi di Jawa,” kata dia.
Adapun secara keseluruhan, Berly memaparkan, potensi energi terbarukan dari panas bumi bisa mencapai 25.800 megawatt.
Kemudian hidro 75.000 megawatt, mini hidro 19.385 megawaat, surya 207.898 megawatt, angin 60.647 megawatt, dan bioenergi 32.654 megawatt.
Semuanya, kata dia, sangat melimpah di Indonesia.
“Sebagian besar pemanfaatan energi terbarukan adalah untuk pembangkit listrik, tapi bioenergi berupa CPO juga dimanfaatkan sebagai bahan bakar sektor trasportasi untuk subtitusi minyak solar,” tutur Berly.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.